Senin, 10 Februari 2014

(Cerpen)
Langkah tegapnya membuat hati ini bergetar saat ia membukakan pintu di tengah larutnya malam. Ia diam, padahal kita tahu bahwa dalam diamnya tersebut ia banyak berkata mengenai betapa sayangnya ia pada anaknya. Pertanyaan "Dari Mana?" adalah satu kata pertama yang ia ucapkan yang bermakna kekhawatiran. Setelah beberapa saat, ia pun bergegas ke kamarnya. Rupa-rupanya keterjagaannya hanyalah untuk menunggu anaknya tiba dirumah.

Ketika pagi menjelang, ia sudah bersila diatas sajadah, memegang tasbih hitam bertuliskan nama-nama baik Tuhan yang berjumlah 99. Nampak khusyuk rupanya, sehingga tiadalah ia merasakan gangguan dari luar dirinya.

Walau hari ahad ini adalah hari libur bagi sebagian orang, namun baginya hari ahad adalah hari dimana ia bekerja lembur dari pagi hari, tepatnya pukul 09.30. Sampai dengan Malam hari, pukul 22.30. Nampak seperti biasa, namun sudah terasa ada sinyal berbeda yang ia kirimkan.

Anehnya, baru pukul 16.00, ia sudah nampak depan rumah, beserta motor kesayangannya. Tiada sepatah katapun. Barulah setelah masuk ke dalam rumah, ia menunjukkan surat peringatan III yang ia terima dari tempatnya ia bekerja. "Bapak sudah tak kerja lagi". Begitulah ia mengawali dan mengakhiri percakapan sembari memberikan isyarat untuk membaca surat yang ia bawa. Muncul kebingungan, bukankah surat peringatan itu bukan bermakna pemecatan? Tapi mengapa ia berkata sudah tak dapat kerja lagi? Padalah ia adalah salah seorang Penyaji Makanan terhebat yang dimiliki perusahaannya. Bahkan sudah mengabdi bertahun-tahun, sangat lama kali. Ah sudahlah, sembari melepas lelah, ia pun bersantai sejenak.

Selesai ibadah maghrib, ia mulai bercerita asbab-musabab mengapa ia sudah tak bekerja. Begini ia cerita.

Sudah beberapa hari ini perusahaan belanja perlengkapan dapur. Banyak macamnya, golok, tungku, penanak nasi, ceret, dll. Rupanya, golok barunya berkurang satu, namun ia tak sadar hal itu. Sadarnya, saat ia dipanggil manajer perusahaan, menanyakan perihal golok yang berkurang. Kemudian ia bertanya kepada rekanan bekerja di dapur. Dan ternyata memang ada salah seorang rekanan kerja yang membawa golok itu pulang dan rekanannya itu tak ingat untuk mengembalikan. Maka Dicaplah ia tidak bertanggung jawab.

Itu baru satu poin. Poin kedua.

Sebagai pemegang wilayah di dapur, iapun menjadi tempat bercerita rekanan kerjanya. Hampir semua bercerita, terutama yang sudah berkeluarga. Rupanya pesangon di perusahaannya tidak sebesar yang seharusnya dibayarkan, dalam artian masih terlalu rendah. Sedangkan kerja yang harus diselesaikan sangat bertumpuk. Walau gaji ia termasuk cukup, namun sebagai orang yang bijak, ia membawa keluhan rekanan kerjanya ke meja Manajer. Walhasil apa yang terjadi? Lagi-lagi ia dicap memprovokasi karyawan terkait masalah pesangon.

Dua poin tadi sangat jelas tertera di surat peringatan III yang ia bawa. Walau ia telah mengganti golok yang hilang. Walau permintaan bersabar dan bertahan banyak bersuara dari rekanan kerja. Akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan diri. Usut punya usut ternyata ia memang sudah tak sepaham dengan manajer perusahaan. Padahal ia sudah berkerja lebih awal. Padahal ia telah membawa perusahaan dicabangnya menjadi yang terbaik, terlaris dan terbanyak dalam menghasilkan laba. Keputusan yang ia ambilpun membuat beberapa rekanan kagum akan ketegasannya dalam memperjuangkan hak orang banyak yang memang sudah seharusnya diterima. Rekanan itupun mengikuti, mengundurkan diri. 5 orang jumlahnya.

Tapi ternyata Management Pusat masih membutuhkannya. Terbukti ia dipanggil oleh Big Bos untuk bergabung di tim pusat. Namun ia tolak, berkilah sedang berada dikampung. Tujuannya memang baik, untuk tetap menjaga hal-hal yang tidak baik terjadi antara Pihak pusat dengan Manajemen cabang. Dan tentunya ia tak mungkin bergembira diatas rekanannya yang tidak mendapat haknya.

Ada beberapa alasan ia tidak bekerja kembali ke orang. Pertama, Ia memperjuangkan hak rekanannya. Kedua, Ia sudah tidak mau menjadi karyawan. Dan Ketiga, Anak tunggalnya kini sudah bisa menghasilkan uang sendiri. Dan sekarang, Sang PAHLAWAN sedang membangun perusahaan pribadi, berharap kelak akan menjadi Big Bos yang tidak memandang bulu menegakkan keadilan didalamnya.

2 komentar:

  1. Inspiratif... semoga sang anaklah yang menjadi bigbos dan sang Pahlawan menjadi penasehat karena kearifan dari pengalamannya..

    salam
    inginjawaban.blogspot.com

    BalasHapus
  2. yahh.. ayah seorang PAHLAWAN di dalam keluarga..!!!!!! kisah yang di angkat menarik pak, dan InsyaALLAH sang Pahlawan sukses denga usaha pribadi, dan sang anak sukses dengan kerjaannya....

    BalasHapus